Bersyukur
jauh lebih berarti
“Segala sesuatu akan lebih indah apabila senang
tiasa kita syukuri. Demikian halnya sebuah pekerjaan tidak akan berat jika
dikerjakan dengan tulus ikhlas semata mata mengharap ridho Alloh SWT dan pada
kenyataannya ini semua adalah titipan, amanat dari Tuhan sang maha pencipta.”
Bapak Sulemi laki-laki paruh baya yang akrab
disapa dengan Mbah Mi adalah seorang yang sangt berperan di kampus STIT
Al-Muslihuun. Beliau adalah seorang tukang kebun yang sangat istimewa dan
sekarang beliau berusia kurang lebih 73 tahun yang berdomisili di Gaprang
Rt.01/Rw.03. mengapa beliau sangat istimewa? Karena beliau adalah satu-satunya
tukang kebun yang ada di kampus STIT Al-Muslihuun selama kurang lebih 3 tahun
lamanya dan sampai sekarang masih tetap bertahan. Sungguh luar biasa di zaman
sekarang masih ada seseorang yang dapat bertahan dalam pekerjaannya selama itu.
Selain itu beliau merupakan pribadi yang sangat
luar biasa, beliau merupakan figur yang baik hati, peka terhadap lingkungan,
humoris, dan agamis. Dalam kehidupan sehari-haripun beliau tidak pernah
membeda-bedakan seseorang, dengan kata lain beliau adalah seseorang yang mudah
bergaul dengan siapa saja.
Hari demi hari Mbah Mi lalui sebagai seorang
tukang kebun dan tidak jarang pula beliau bekerja serabutan bekerja apa saja
untuk memenuhi kebutuhan ekonomi keluarganya. Bagi beliau, semua pekerjaan itu
baik entah itu sebagai tukang kebun maupun yang lainnya, asal pekerjaan itu
halal lagi baik itu tidak masalah yang terpenting mendapatkan ridho dari Alloh
SWT, toh pada hakikatnya ini semua hanyalah titipan, amanat dari Alloh SWT.
Jadi kita harus pandai-pandai dalam mensyukuri apa yang telah diberikan, jangan
sampai kita terjerumus menjadi seseorang yang kufur akan segala nikmat yang
telah diberikan.
Tukang kebun, bagi beliau menjadi tukang kebun
tidaklah buruk, tidak pula memalukan melainkan menjadi tukang kebun itu
menyenangkan karena menjadi tukang kebun itu memberikan banyak hal-hal baru
yang dapat diambil manfaatnya. Misal saja menjadi tukang kebun itu sebuah
anugrah. Anugrah karena dari tukang kebun selain menjaga lingkungan agar tetap
bersih juga dapat menambah penghasilan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi
keluarga, menambah kenalan dengan dosen-dosen serta dapat bergaul bercanda tawa
dengan mahasiswa-mahasiswa yang ada di kampus, sehingga dapat membantu
menyegarkan pikiran yang semula capek menjadi segar kembali. Selain itu,
bercakap-cakap dengan mahasiswa-mahasiswa dapat menambah wawasan serta
informasi-informasi tentang berbagai hal yang baru. Akan tetapi, beliau
kadang-kadang juga merasa ngiris dengan tingkah laku sebagian
mahasiswa-mahasiswa yang ada di kampus. Sebelumnya beliau menggaris bawahi
bukannya beliau mengeluh dengan problem yang ada di kampus melainkan semoga hal
ini dapat menjadi sebuah wacana kita bersama dalam menjalani kehidupan
sehari-hari dalam bermasyarakat. Begini mungkin untuk masalah bangku yang tidak
beraturan beliau bisa mengerti dan berfikiran positif. “ Oh mungkin karena
mahasiswa itu identik dengan diskusi , kelas yang berantakan ini mungkin baru
dipakai diskusi dan karena waktu yang sudah sore sehingga mereka tergesa-gesa
sehingga tidak sempat merapikan kembali. Akan tetapi terkadang yang menjadi
bahan pertanyaan bagi saya, ketika sampah-sampah berserakan di mana-mana.
Sekali lagi bukannya saya mengeluh, saya sadar ini adalah bagian dari tugas
saya, tetapi bukannya mahasiswa seharusnya lebih dari yang lain, karena mereka
sudah dipercaya sebagai agent of change (agen perubahan). Hal inilah yang
benar-benar menimbulkan pertanyaan yang besar di benak saya. Apakah ini karena
di kampus, sehingga mereka tidak sempat membersihkan, atau acuh sebab ini semua
adalah tugas seorang tukang kebun, atau lebih parah lagi memang kebiasaan di
rumah mereka seperti ini? Entahlah saya tidak mau mengira-ngira lagi, saya
tidak mau berfikiran negatif terhadap seseorang. Saya hanya berharap semoga ini
terjadi karena mereka semua tergesa-gesa. Benar mbak, saya tidak ada maksud dan
selalu berpikiran positif terhadap mereka, sebenarnya saya bersyukur sekali
dengan adanya sampah-sampah ini, karena sampah-sampah inilah saya diberikan
kesempatan, kepercayaan untuk bekerja di sini, sehingga dapat menambah
penghasilan saya guna memenuhi kebutuhan sehari-hari.Dan saya sangat bersyukur
sampai saat ini sekitar 23 tahun lamanya saya tetap diberikan kepercayaan
sebagai tukang kebun di STIT Al-Muslihuun ini.” ( tutur Mbah Mi)
Memang benar mbah Mi adalah satu-satunya tukang
kebun yang ada STIT. Menurut cerita dahulu sebenarnya juga pernah ada tukang
kebun selain mbah Mi, akan tetapi harus di keluarkan karena ada sebuah masalah,
yaa…maklumlah dia masih remaja dan setelah itu belum pernah tercatat ada tukang
kebun lagi,entah belum mencari atau gimana belum ada yang tahu.
“Ooo…iya ada sebuah pemikiran yang terlintas di
pikiran saya, itu ruang sebelah timur, ruang BEM yang biasa di pakai
mahasiswa-mahasiswa kumpul dan sebagainya itu, hem…sungguh bisa dibilang
amburadul, ya seharusnya sesekali dibersihkan dan rapikandalamnya, masak
kaca-kacanya sampai bisa di pakek
melukis. Ya… kalau ada waktu dan masih sempat saya bantu menyapu tidak ada
masalah, tetapi masalahnya akhir-akhir ini saya tidak seperti dulu mbak. Dulu
sewaktu tenaga saya masih kuat semuanya bisa saya kerjakan dengan cepat namung
sekarang beda mbak, sekarang tenaganya tenaga tua, jadi memerlukan waktu yang
agak lama. Padahal hampir tiap waktu bapak kesini, yang semula 2 kali dalam
sehari, sekarang bisa mencapai 3 bahkan 4 kali dalam sehari, hal ini
dikarenakan tenaga yang bapak punyai tidak seperti dulu lagi. Jadi bapak harus
membagi-bagi kelas yang harus di bersihkan terlebih dahulu. ”(tutur Mbah Mi
sekali lagi)
Pada intinya mbah Mi menuturkan semua ini bukan
karna apa-apa, melainkan karena mbah Mi peduli dan menyimpan harapan yang besar
dari kampus ini, beliau berharap meski kampus ini tidaklah besar namun pada
akhirnya akan mengeluarkan orang-orang yang besar. Dan beliau berpesan;
“Syukurilah atas segala karunia yang telah diberikan Tuhan Sang Maha Pencipta
Alam, karena semua ini hanyalah titipan, amanat dari Tuhan. Maka dari itu
kerjakanlah apa yang menjadi tugasmu dengan tulus ikhlas dan penuh
tanggungjawab, sehingga pada akhirnya ridho Alloh lah yang senang tiasa
mengarungi langkah perjalanan kita. Bersyukur dan terus bersyukur kepada-Nya,
karena bersyukur lebih berarti dari pada hanya mengeluh dan terus mengeluh yang
tiada hentinya.”
0 Komentar