oleh: Ahmad Murtafian Naja
Kesulitan menerima materi,
keterbelakaan dalam diskusi, kurang wawasan untuk berkembang, dll., adalah
kendala dari peningkatan mutu kampus melalui kualitas dari setiap mahasiswa.
Entah kesalahan dari perguruan tinggi yang tidak mampu untuk memenuhi hak-hak
dari mahasiswa agar mampu berkembang, atau dari mahasiswanya sendiri yang tidak
mampu memanfaatkan fasilitas (baca: wifi, perpustakaan, ukm) untuk bahan
peningkatan kualitas diri.
Permasalahan ini bersifat kompleks,
terutama pada diri mahasiswanya sendiri. Permasalahan paling simple pembuatan
makalah. Dari sekian banyak mahasiswa di dalam kelas, pembuatan makalah ini
menjadi faktor yang dijadikan beban kehidupan tersendiri dari setiap mahasiswa
setelah kenangan mantan. Dari beberapa macam cara dosen dalam pemberian tugas,
tercatat dosen yang masih muda atau jauh dari usia pensiun, mereka cenderung
mendidik dengan cara modern terutama dalam pembuatan makalah. Semisal pembuatan
makalah minimal tiga buku referensi, disertai catatan kaki, isi makalah
dicermati dengan teliti kesalahannya hingga mahasiswa kewalahan revisi, dan
aturan-aturan modern lainnya. Namun berbeda dengan dosen mendekati diusia
pensiun atau bahkan sudah lewat. (baca: Usia 65) mereka cenderung tak acuh
dalam masalah-masalah di atas, yang mereka butuhkan ada makalah dan ada diskusi
dalam kelas, masalah mampu tidaknya mahasiswa dalam penyempurnaan makalah, itu
tidak dipermasalahkan.
Kemauan dari mahasiswa untuk
mengerjakan makalah itu juga kurang ada. Semisal dalam satu kelompok, jarang
kelompok tersebut mengerjakan makalah secara bersama-sama. Mungkin beberapa
atau bahkan hanya satu mahasiswa yang mengerjakan makalah kelompok tersebut.
Ironisnya, akibat ketidak tersediaan buku diperpustakaan mengakibatkan
mahasiswa jarang menggunakan buku sebagai bahan referensi untuk mengerjakan
makalah, kebanyakan browsing. Ironis bukan? Dari mahasiswa dan fasilitas
yang tidak mendukung saling berkontribusi untuk menurunkan kualitas para
penerus bangsa.
Makalah juga menjadi kunci untuk kesuksesan
mahasiswa saat skripsi. 4 tahun berjibaku dengan buku dan makalah dengan lancar
akan memudahkan proses pembuatan skripsi. Ibaratkan makalah adalah proses kita
di dunia (baca: amal saleh), setelah kehidupan di dunia ada kehidupan akhirat
(baca: skripsi). Jika kita didunia dapat dengan mudah mengerjakan amal saleh,
sangat mungkin kita selamat di akhirat, dalam artian skripsi kita sukses.
Simple kan? Akhirat dengan skripsi juga ada kesamaan, sama-sama sendiri, tidak
ada yang menolong. Sebab semuanya sibuk dengan urusannya sendiri-sendiri untuk
dapat lulus.
Pembenahan-pembenahan mulai dari
fasilitas dan peningkatan kualitas pembimbing (baca: dosen) adalah faktor
penyelamat generasi bangsa, karena mahasiswa juga lulus membawa nama baik
almamater dan penuh kebanggaan, bukan lulus karena sakit hati akibat terlalu
banyak protes dan dikembalikan protes tersebut dengan kata-kata “jangan
terlalu banyak protes, nanti ilmumu tidak barokah.” sakit? Tentu!
Nikmatilah.
0 Komentar