Badan
Eksekutif Mahasiswa (BEM) bukanlah sebuah nama yang asing di telinga mahasiswa
secara umum. Hampir di setiap kampus memiliki badan tersebut. Layaknya
pemerintahan, BEM memiliki presiden dan beberapa menteri pembantu. Tak sedikit
dari kalangan mahasiswa ingin menjadi bagian dari BEM, dengan latar belakang
yang berbeda-beda.
BEM
STIT Al-Muslihuun untuk kesekian kalinya telah melakukan pergantian pengurus. Komisi
Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) sebagai penanggung jawab acara, pada awal Oktober
lalu menyelenggarakan pergantian jabatan presiden BEM dengan konsep pemilu raya.
Konsep yang bertujuan mengajak semua mahasiswa ikut andil dalam peralihan
jabatan tersebut, baru pertama kali diselenggarakan kembali setelah beberapa
lama BEM berkutat pada konsep musyawarah.
Peralihan
jabatan berjalan dengan lancar. Calon tunggal Sholahudin dan M. Na’im terpilih
sebagai presiden dan wakil presiden BEM periode 2018-2019.
Mengikuti acara pemilu raya, proses pelantikan
pun juga hampir tanpa kendala. Proses pelantikan yang diselenggarakan serentak
seperti tahun lalu berjalan dengan khitmat dan sakral. Namun sadar atau tidak,
terdapat noda hitam yang mengiringi prosesi pemilihan dan pelantikan BEM pada
tahun ini. Yaitu tidak adanya Laporan Pertanggung Jawaban (LPJ) dari pengurus
BEM tahun sebelumnya.
Kepengurusan
BEM tanpa LPJ bukan kali pertama terjadi. Pasalnya, BEM yang dikomando oleh Ahmad
Priyogi selaku presiden BEM dua periode (2015-2016 & 2016-2017) sampai
sekarang tak berbentuk LPJnya. Dan BEM kepengurusan Andik Junaidi (2017-2018)
sampai sekarang juga belum diketahui kejelasan LPJnya. Hal ini menunjukan
adanya kesalahan-kesalahan yang tidak mau diungkapkan karena LPJ tak dilaporkan
kepada mahasiswa STIT Al-Muslihuun, atau kemungkinan-kemungkinan lain.
Perlu
disesalkan lagi, mahasiswa milenial seakan-akan tak peduli terhadap
tindak-tanduk BEM. Tak tau uang mereka digunakan untuk apa, dan tak tau apa
tugas-tugas BEM yang sudah dan belum terealisasi. Semuanya bungkam tak bersuara.
Peralihan
jabatan tanpa LPJ seharusnya tidak dapat diterima sebelum semuanya tuntas tak
berbekas. Kampus yang sejatinya adalah wadah untuk mahasiswa berproses harus
menetralisir diri dari sifat-sifat yang menodai ranah intelektual. BEM harus
menjadi pendorong dari lahirnya gerakan-gerakan mahasiswa dan sebagai pelopor
akan kepentingan bersama.
BEM bukan akronim dari “Barisan
Emak-emak Militan”.
Penulis: Ahmad Murtafian Naja
3 Komentar
Sebagai salah satu elemen internal kampus pers mahasiswa mempunyai andil besar dalam mengulas berbagai permasalahan dan problem yang masih menjadi koreksi bagi tata kelola administrasi yang wajib di selesaikan sebagai pertanggung jawaban atas kegiatan yang telah di laksanakan terlebih mengacu pada perbaikan kedapannya lebih di tingkatkan dalam penyusunan dan mengagendakan penyampaian akhir sebuah tindakan dalam hal ini evaluasi secara keseluruhan dengan melibatkan unit kerja yang terkait, menindak lanjuti dari hal itu BEM sebagai jabatan tertinggi dalam struktural mahasiswa dimana sirkulasi dana sangat mempengaruhi unit-unit kerja di bawah BEM dalam melaksanakan tugasnya untuk meningkatkan kegiatan dalam penyaluran kreatifitas serta minat dalam membentuk tiap-tiap individu mahasiswa, sayangnya hal ini masih membutuhkan waktu yang cukup lama karena tanpa melibatkan keseluruhan elemen-elemen yang ada di kampus hanya menjadi wacana dan harapan yang tak dapat direalisasikan, sebagai salah satu dari ribuan rakyat yang berstatus mahasiswa banyak harapan dan cita-citacita- sebenarnya di inginkan dalam memajukan kampus terlebih khususnya di kalangan mahasiswa pecinta kopi.
BalasHapus😊
Tp mengapa bem menuntut bawahannya utk mengajukan lpj di setiap akhir tahunnya. Sedangkan bem sendiri tak mengajukan lpj ke lembaga...? ������
BalasHapusLembaga Pers Mahasiswa akan secara intensif memberitakan apa dan bagaimana keadaan kampus terkini. serta sebisa mungkin ikut andil dalam evaluasi tentang lembaga kampus yang terkait. terimakasih pembaca
BalasHapus